Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mengingatkan pemerintah akan bahanya minuman keras. Ia mendesak agar RUU Minumal Beralkohol segera direvisi.
Saleh khawatir kandungan pasal-pasal dalam perpres tersebut dapat memantik polemik di masyarakat. Ia meminta pemerintah meninjau ulang Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
BACA JUGA:
Industri minuman keras telah disahkan pemerintah sebagai daftar positif investasi (DPI) terhitung sejak tahun 2021. Industri minuman keras ini diketahui sebelumnya masuk dalam kategori bidang usaha yang tertutup.
"Harus direview dan dikaji serius. Saya yakin betul bahwa manfaat dari investasi dalam bidang industri miras sangat sedikit. Sementara mudharatnya sudah pasti lebih banyak. Kalau perlu, perpres tersebut segera direvisi. Pasal-pasal tentang mirasnya harus dikeluarkan," ucap Saleh, Senin, 1 Maret.
Saleh mengungkapkan bahwa kebanyakan masyarakat Indonesia menolak miras. Miras berpotensi memicu tindakan kriminalitas. Banyak kasus menunjukkan para peminum miras kerap melakukan kejahatan di luar alam bawah sadarnya.
Pemerintah Harus Memperhitungkan Mudarat Miras
"Pengaruh minuman memang sangat tidak baik. Kalau sudah kecanduan, sulit untuk menormalisasikannya kembali," kata wakil ketua Mahkamah Kehormatan Dewan itu.
Apabila alasan perpres untuk mendatangkan devisa, Saleh menilai pemerintah perlu menghitung dan mengkalkulasi ulang berapa pendapatan yang bisa diperoleh negara dari miras tersebut.
Kemudian, pemerintah juga harus membandingkan dengan mudarat dan kerusakan yang mungkin terjadi akibat miras.
"Saya menduga, devisanya tidak seberapa, tetapi kerusakannya besar. Ini cukup termasuk ancaman bagi generasi milenial yang jumlahnya sangat besar saat ini," kata Saleh.
Industri Miras Disahkan Sebagai Daftar Positif Investasi (DPO)
Tak hanya itu, anggota Komisi IX DPR tersebut juga mempertanyakan aturan distribusi miras. Miras sudah diatur hanya boleh beredar di daerah tertentu.
Investasi ini pun hanya dapat dilakukan di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.
Saleh mengungkapkan bahwa batasan-batasan peredaran miras sangat sering dilanggar. Ia khawatir dengan adanya perpres, perdagangan miras malah semakin merajalela.
"Selain itu, sangat dikhawatirkan akan maraknya miras oplosan, ilegal, dan palsu beredar di luar provinsi yang diperbolehkan dalam perpres. Ini sangat sering terjadi. Aparat kepolisian dan BPOM sudah sering menangkap para pelakunya," tutur legislator asal Sumatera Utara itu.
Ikuti Terus berita dalam negeri dan luar negeri terbaru dari VOI.