KPK Periksa Saksi yang Kartu Kreditnya Digunakan Istri Edhy Prabowo di Amerika
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan pengusutan terhadap kasus dugaan suap benur yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Caranya dengan memanggil saksi-saksi.

Salah satu saksi yang dipanggil KPK bernama Gellwyn DH Yusuf yang kartu kreditnya pernah digunakan istri Edhy, Iis Rosita Dewi di Amerika Serikat pada Selasa, 23 Februari kemarin. Kartu ini diduga penyidik KPK, digunakan Iis untuk berbelanja sejumlah barang mewah.

"Gellwynn Dh Yusuf, PNS dikonfirmasi terkait dengan dugaan penggunaan kartu kredit bank milik saksi oleh istri tersangka EP (Edhy Prabowo) yang digunakan untuk berbelanja barang mewah di Amerika Serikat," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri, Rabu, 24 Februari.

Selain melakukan pemeriksaan terhadap Gellwyn, KPK juga memanggil Pimpinan BNI Cabang Cibinong Alex Wijaya. Dia dicecar pembukuan rekening bank milik staf khusus Edhy Prabowo, Andreau Pribadi Misata.

Selanjutnya, KPK juga mencecar seorang karyawan swasta bernama Badriyah Lestari. Dalam pemeriksaan itu, penyidik menanyakan penggunaan rekening miliknya untuk membeli berbagai barang dari PT Aero Citra Kargo (ACK).

Masih dalam pemeriksaan yang sama, KPK juga melakukan penyitaan terhadap berbagai dokumen kepemilikan tanah di Sukabumi, Jawa Barat dari notaris bernama Alvin Nugraha. Tanah ini diduga milik Edhy Prabowo.

Selain itu, KPK juga menyita berbagai dokumen perusahaan milik PT ACK yang diduga berkaitan dengan kasus suap benur ini. Penyitaan dilakukan setelah penyidik memeriksa Lutpi Ginanjar yang disebut berstatus sebagai mahasiswa.

Diberitakan sebelumnya, dalam kasus suap ekspor benur atau benih lobster ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).

Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).

Edhy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang-uang ini diduga dipergunakan Edhy dan istrinya untuk berbelanja barang mewah, termasuk saat melakukan lawatan ke Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat sebelum terjerat dalam operasi tangkap tangan (OTT).